Ketika kami memperkenalkan ArchiCAD ke kampus – kampus, rata – rata mereka ( para siswa dan dosen ) semua terperangah dengan kemampuan teknologi yang disuguhkan oleh ArchiCAD. Dalam setiap presentasi, tepuk tangan dan seruan – seruan yang heboh selalu terdengar meriah menyambut demonstrasi ArchiCAD yang kami lakukan. Hmm..lalu bagaimana kelanjutannya??
Lalu, apa maksudnya kolonialisme di dunia pendidikan.. ceritanya begini: dari beberapa kampus – kampus ‘besar’ yang sudah eksis di Indonesia kami tentunya menemukan adanya software lain yang sudah mereka miliki sebelum kami datang dan memperkenalkan ArchiCAD. Kampus – kampus itu dengan bangga menunjukkan sertifikat resmi yang mereka peroleh setelah membeli produk software tersebut sebagai Authorized Training Center_nya. Buat kami, itu adalah semangat kemajuan yang sesuai dengan aspirasi kami selama ini. Ya, kami tidak masalah berdampingan dengan software apapun dibidang CAD khususnya yang berkaitan dengan Arsitektur. Akan tetapi lucunya, justru komentar - komentar dari mereka itu kepada kami. Misalnya ungkapan seperti ini, “Mas, kami suka sekali sama software anda, tapi kami ini sudah menjadi authorizenya software anu.. jadi kami tidak bisa ambil produknya mas, nanti bentrok dan lisensi kami bisa di cabut!” nah lho, kok bisa begitu ya..( bingung nih…, ini asumsi mereka, apa memang ada pressurenya yaaa? ) coba dengarkan komentar lain yang seperti ini. “Pak kami tidak butuh software bapak, biarpun bagus tapi kami sudah pakai yang lain, kita tidak mau nanti jadi masalah dengan lisensi yang sudah kita punya” lalu ada yang lain seperti ini, “Softwarenya bagus banget pak, saya mau beli, tapi yakinkan saya lisensi yang saya punya tidak akan dicabut.” Ya kami yakinkan, tapi orangnya tetap tidak mau yakin…
Mereka (kampus – kampus besar itu) punya anggaran kok, sudah kami analisa, siswanya dipungut bayaran yang luar biasa, tapi kok ya terjajah pola pikirnya, takut mengambil yang lebih baik ( ada buktinya ya..lihat laporan rating CAD software dari CADDENCE, atau yang lain..) karena takut lisensinya dicabut??? Lalu yang beli software itu siapa, bukankah pembeli itu raja, dia boleh membeli apa saja. Apa ada larangan setelah membeli sendal jepit merk tertentu kita tidak boleh membeli sepatu???. Apa kalo mereka berani mencabut lisensi produk mereka, mereka berani mengembalikan uang pembeliannya. Lalu, kalau memang sang produsen software mencabut lisensinya dari kampus, apa bukan si produsennya yang malah rugi?! Gimana seeh?... kalau (..oknum kali? ) institusinya belum sadar.. mudah – mudahan mahasiswa/wi nya sudah ya…
Terlepas dari kelucuan tersebut, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar besarnya pada Pelanggan Kami, Para Pimpinan, Para Pengambil Keputusan dan Para Mahasiswa/wi yang memiliki Authorized ArchiCAD Training Center secara mandiri :
- Universitas Indonesia, Jakarta – Jurusan Arsitektur
- Universitas Atma Jaya, Yogyakarta – Jurusan Arsitektur
- Institut Teknologi Nasional, Bandung – Jurusan Arsitektur
- Institut Seni Indonesia, Yogyakarta – Jurusan desain
- Universitas Trisakti, Jakarta – Jurusan Desain
- Universitas Pancasila, Jakarta – Jurusan Arsitektur
Atas kepercayaan dan keberanian mereka ( tidak terjajah ) untuk berpikir maju dan memberikan kontribusi yang terbaik kepada para siswa dan masyarakat luas melaui pendidikan Arsitektur dan Desain di Indonesia. Selamat dan Maju Terus!
1 comment:
Emang ada kampus yang gak berani ama imperialis2 software soalnya mereka tergantung ama tuh software....
Padahal kita mahasiswa (ketauan deh) butuh berbagai software, ntar biar kita2 yang nentuin cocoknya ama software apah........ bukannya dicekokin ama satu software ajah, trus begitu kita udah demen, mereka jual dengan harga se-enak udhelnya.... hi hi pissss
Salut deh buat lo.. (lo apanya ArchiCAD?) kalo emang bisa dapet yang gretong...
Post a Comment